SINDROM METABOLIK

 BAB 1

PENDAHULUAN
1.1        LATAR BELAKANG
Obesitas merupakan kelainan metabolik yang paling sering diderita manusia. Masyarakat sendiri sering tidak menganggap obesitas sebagai suatu penyakit, tetapi justru merupakan sesuatu yang wajar, bahkan karena ketidaktahuan, mereka menganggap obesitas sebagai tanda kemakmuran.
Prevalensi kegemukan pada penduduk cukup tinggi. Pada penelitian di kelurahan Kayu Putih Jakarta Timur tahun 1993 didapatkan 39,1% responden laki-laki memiliki status gizi gemuk (BMI > 27 kg/m2) dan 52,3% responden wanita mempunyai BMI 25 kg/m2. Angka ini lebih tinggi dari survei yang dilakukan 10 tahun sebelumnya di kelurahan Koja Utara Tanjung Priok, yaitu 4,2% kegemukan pada responden laki-laki dan 17,1% kegemukan pada responden wanita. Obesitas memberikan hambatan-hambatan fisis, sosial dan psikologis. Orang gemuk mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik, sehingga mengurangi kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan sosial. Penderita obesitas cenderung sering sakit. Dikarenakan terjadi kelainan metabolik yang disebabkan oleh besarnya lapisan lemak, dan semua gangguan metabolik yang berhasil diperiksa dapat diterangkan dengan penambahan lapisan lemak tersebut, dan yang akan menjadi normal kembali dengan pengurangan berat badan. Penderita obesitas dapat mengalami diabetes mellitus, hipertensi, gangguan kardiovaskular, hipoventilasi alveolar, batu empedu dan mejadi faktor risiko dari penyakit lainnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        SINDROM METABOLIK
2.1.1        Definisi
Sifat utama dari sindrom metabolisme mencakup resistensi insulin, kenaikan tekanan darah, ketidaknormalan profil lemak (kenaikan trigliserida, dan kadar rendah dari high-density lipoprotein [HDL] cholesterol). Pada panel ahli dari World Health Organization pada tahun 1998, di NCEP–ATP III mendefinisikannya sebagai adanya 3 faktor diatas secara bersamaan.
Sebuah asosiasi tertentu antara gangguan metabolisme dan penyakit kardiovaskuler telah dikenal sejak tahun 1940an. Pada tahun 1980-an ini menjadi lebih jelas dan istilah Sindrom metabolisme (juga dikenal sebagai Sindrom X atau dysmetabolic Sindrom).
Fitur utama Sindrom metabolisme termasuk resistensi insulin, hipertensi (tekanan darah tinggi), kolesterol tidak normal, dan peningkatan risiko untuk clotting. Pasien yang paling sering badan berlebihan atau gemuk. Resistensi insulin merujuk kepada menurunnya kemampuan sel untuk menanggapi aksi dari insulin dalam pengangkutan gula glukosa, dari darah ke jaringan tissue otot dan lainnya.

2.1.2        Etiologi
Hipotesa pertama menyatakan penyebab dari sindrom metabolisme belum terpecahkan secara pasti. Salah satu hipotesa yang ada adalah resistensi insulin sebagai sumbernya. Resistensi Insulin berhubungan dengan pengukuran lemak visceral yang diukur dengan lingkar pinggang atau rasio pinggang ke pinggul. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular kemungkinan karena dimediasi oleh stress oksidatif (oxidative stress), yang akan menghasilkan disfungsi sel endothelial, memacu kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma.
Hipotesa kedua menyalahkan perubahan hormonal dalam pembentukan kegemukan pada perut. Satu studi menunjukkan bahwa orang yang kadar kortisolnya (karena stress kronis) meningkat akan menjadi kegemukan pada perut, resistensi insulin, dan kelainan profil lemak.
2.1.3        Patofisiologi
Pankreas terdiri atas dua jenis jaringan utama, yakni: (1) asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum, dan (2) pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah.
Pulau langerhans tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta. Sel beta kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresi insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen dari semua sel, mensekresi glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari seluruh sel, mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas.
Hormon adalah substansi kimia yang dihasilkan dalam tubuh oleh organ, sel-sel organ, atau sel yang tersebar, yang memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas satu atau beberapa organ. Istilah ini semula digunakan untuk zat yang disekresikan oleh berbagai kelenjar endokrin dan ditransportasikan dalam aliran darah ke organ sasaran yang jauh, tetapi istilah ini kemudian digunakan untuk berbagai zat yang memiliki kerja yang sama tetapi tidak dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Insulin disintesis oleh sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000; lebih lanjut sebagian besar proinsulin ini lalu melekat erat pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin.
Sewaktu insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk yang tidak terikat; waktu paruhnya dalam plasma rata-rata hanya 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase terutama di hati, sebagian kecil dipecah dalam ginjal dan otot, dan sedikit di jaringan yang lain.
Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan dan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorbsi kadar gula darah akan meningkat untuk sementara waktu dan kemudian akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glikogen, dan (3) melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah.
Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk sumber energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak. Alasan yang utama karena membran otot istirahat yang normal hanya sedikit permeabel terhadap glukosa kecuali bila dirangsang oleh insulin.
Insulin juga menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Insulin juga meningkatkan enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen.
Bila jumlah glukosa yang masuk dalam sel hati lebih banyak daripada jumlah yang dapat disimpan sebagai glikogen atau digunakan untuk metabolisme sel hepatosit setempat, insulin akan memacu pengubahan semua kelebihan glukosa ini menjadi asam lemak. Sesudah ini, asam lemak dibentuk sebagai trigliserida dalam bentuk lipoprotein densitas sangat rendah dan ditransport dalam bentuk lipoprotein ini melalui darah ke jaringan adiposa dan ditimbun sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Kemudian insulin menghambat kerja lipase sensitif hormon. Enzim inilah yang menyebahkan hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah akan terhambat. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel-sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke sel-sel otot. Beberapa bagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, tetapi yang lebih penting adalah, glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat.
Glukosa difiltasi di glomerolus ginjal dan hampir seluruhnya direabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 180 mg/dL. Jika kadar glukosa serum naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urin yang dikenal sebagai glukosuria.
Komponen utama dari sindrom metabolik berdasarkan kriteria International Diabetes Federation (IDF) adalah obesitas. Hubungan patofisiologi antara obesitas dengan sindrom metabolik dalam hal ini dengan berbagai komponen risiko kardiovaskulernya akhir-akhir ini mendapat perhatian yang cukup besar. Terutama setelah lebih dipahaminya bahwa sel lemak bukan saja berfungsi sebagai “gudang” energi, namun lebih penting lagi karena sel lemak menghasilkan sejumlah sitokin yang secara kolektif dikenal sebagai adipokine. Adiponektin adalah salah satu  yang menduduki peranan cukup penting dalam patofisiologi gangguan vaskuler.
Penelitian akhir-akhir ini pada bidang obesitas dititik-beratkan pada peranan jaringan adiposa sebagai organ endokrin yang mensekresi sejumlah sitokin. Sitokin tersebut dikenal sebagai adipokin yang berperan pada berbagai komplikasi metabolik dan vaskuler pada obesitas. Dengan meningkatnya massa jaringan adiposa viseral, maka akan terjadi peningkatan sekresi sejumlah produk seperti asam lemak bebas (ALB), TNF- α, IL-6, resistin, dan leptin, sedangkan terjadi penurunan produksi adiponektin. Peningkatan adipokin tersebut, seperti TNF-α, IL-6 dapat mengganggu phosforilasi reseptor insulin, sehingga terjadi penurunan sensitivitas insulin dan di pihak lain sitokin tersebut juga berperan pada kejadian disfungsi endotel. Sehingga tidaklah mengherankan mengapa pada individu yang obes sering ditemukan keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin tersebut dilaporkan biasanya mendahului timbulnya diabetes tipe 2, bahkan bertahun-tahun sebelum terjadi keadaan hiperglimia yang menetap.
Bukti-bukti eksperimental juga telah mengindikasikan tentang keterlibatan komponen genetik pada kejadian resistensi insulin. Pada suku Pima Indians, yaitu kelompok masyarakat yang mempunyai prevalensi kejadian resistensi insulin dan diabetes tipe 2 sangat tinggi, tampaknya faktor genetic memegang peran yang tidak kecil. Diabetes tipe 2 merupakan stadium akhir dari kumpulan sindrom yang kronik dan progresif dari gangguan resistensi insulin dan menurunnya fungsi sel beta pangkreas, yang ditandai dengan kelebihan produksi glukosa hepar, penurunan sekresi insulin (gangguan fungsi sel beta), atau kadar insulin darah tinggi namun ambilan glukosa yang menurun. Pada tahap awal kejadian resistensi insulin, terjadi keadaan hiperinsulinemia, dengan maksud untuk mempertahankan toleransi glukosa. Peningkatan kadar glukosa akan menyebabkan stress oksidatif. Stress oksidatif yang diakibatkan oleh hiperglikemia dan ALB akan menyebabkan aktifasi jalur stress sensitive signalling. Kejadian ini akan memperburuk keadaan baik sekresi insulin maupun aktifitas insulin, sehingga pada fase tertentu dapat mengakibatkan diabetes tipe 2. Di samping hal tersebut, penderita dengan resistensi insulin lebih mudah terjadi gangguan metabolik yang berkaitan erat dengan berbagai komplikasi diabetes seperti penyakit jantung, hipertensi dan dislipidemia.

2.1.4        Diagnosa
Terdapat berbagai kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis seseorang menderita Sindrom Metabolik, namun salah satu kriteria yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut:
·   Obesitas Abdominal (Laki-laki : Lingkar Pinggang 102 cm
·   Wanita  : Lingkar Pinggang    88cm)
·   Trigliserida    (TAG) : lebih atau sama dengan 150 mg/dl
·   HDL-C Pria    : <40 mg/dl
·   HDL-C Wanita: <50 mg/dl
·   Tekanan darah: lebih atau sama dengan 130/85 mmHg
·   Kadar gula puasa: lebih atau sama dengan 100 mg/dl
Dikatakan mengalami Sindrom Metabolik, jika Anda setidaknya mengalami 3 gejala diatas.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu Anda mendiagnosa Sindrom Metabolik.
a.       Pemeriksaan Non Laboratorium
Ø      Ukurlah tekanan darah Anda untuk mengetahui apakah Anda memiliki hipertensi.
Ø      Mengukur Berat-badan, tinggi badan, lingkar panggul.
Ø      Menghitung Indeks Massa Tubuh (BB/TB2 kg/m2) untuk mengetahui apakah Anda tergolong obesitas atau tidak.
b.      Pemeriksaan Laboratorium
Ø      Tes Kadar Gula Puasa, OGTT (Oral Glucose Tolerance Test).
Ø      Tes Profile Lipid untuk menilai, HDL, LDL, Trigliserida, dan VLDL, jika TAG secara signifikan meningkat, maka pemeriksaan direct LDL sebaiknya dilakukan.

2.1.5        Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan Sindrom Metabolik adalah mengurangi penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2, dengan cara mengurangi obesitas dan lemak tubuh, mengurangi resistensi insulin, dan mengontrol faktor risiko lainnya seperti, kadar gula darah, tekanan darah dll. Melalui 3 langkah yang tepat.
Langkah 1
Modifikasi Gaya Hidup.
Mengurangi berat badan hingga mencapai berat badan ideal (IMT <25 kg/m2).
Latihan fisik 30 menit, setidaknya 5 hari dalam seminggu.
Diet: mengurangi jumlah lemak jenuh, dan kolesterol.
Manfaat:
- mengurangi resistensi insulin.
Langkah 2
Berhenti merokok mengurangi Kolesterol Jahat (LDL).
Langkah 3
Terapi Farmakologis:
Jika ternyata olahraga dan diet tidak cukup optimal untuk mengobati  sindrom metabolik, maka mau tidak mau pada bagian inilah obat-obatan diperlukan. Jika ternyata Anda memilki gejala-gejala sindrom metabolik maka, diskusi terperinci diperlukan antara pasien dengan dokter, dikarenakan pengobatan untuk tiap pasien sifatnya unik, dan yang terpenting adalah kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi, karena terapi ini sifatnya berkelanjutan, komunikasi antara dokter dan pasien mutlak diperlukan, misalkan saja mengenai pemilihan obat, menyangkut harga dan efek samping yang mungkin terjadi.
Mengurangi resistensi insulin Setidaknya ada 2 jenis obat yang tersedia untuk mengurangi resistensi insulin yaitu:
a.       Metformin, sudah lama digunakan untuk  mengobati penyakit diabetes tipe 2, selain itu pada pasien-pasien obesitas terbukti untuk mengurangi angka kejadian penyakit jantung, metformin juga digunakan pada program pencegahan diabetes pada pasien-pasien IGT (intolerance Glucosa Test), walaupun demikian belum ada data yang cukup valid untuk memasukan metformin sebagai standar terapi pada pasien sindrom metabolik.
b.      Thiazolidinediones
Mengendalikan Tekanan Darah.
Tekanan darah tinggi terjadi pada hampir 50 % penderita Sindrom Metabolik, dengan adanya resistensi insulin, tekanan darah tinggi merupakan hal yang penting, dan terapi penurunan tekanan darah tinggi yang tepat sangat diperlukan. Sebagai contohnya adalah  pemilihan obat tekanan darah dari golongan Ace-inhibitor, selain mengontrol tekanan darah ternyata berfungsi juga untuk menurunkan resistensi insulin, dan secara tidak langsung mencegah ke arah perkembangan diabetes tipe 2. Nilai batas ideal yang dianjurkan adalah <130/mmHg.
Mengontrol Kadar Gula Darah.
Terdapat banyak pilihan untuk mengendalikan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2, dianjurkan memilih obat yang memiliki efek mengurangi resistensi insulin. Target terapinya adalah mencapai kadar HbA1c kurang dari  6,5-7%.
Memperbaiki kondisi Dislipidemia.
1.      Menurunkan kadar LDL
 Konsentrasi LDL yang dianjurkan pada pasien dengan penyakit dasar jantung: 100 mg/dl. Terapi obat-obatan telah dianjurkan saat LDL kolesterol >100 mg/dl
Terapi awal : gol. Statin dengan tambahan resin. Konsentrasi LDL yang dianjurkan pada pasien tanpa penyakit dasar jantung: 100 mg/dl. Terapi obat-obatan telah dianjurkan bila LDL kolesterol >135 mg/dl.
Bagaimanapun juga untuk pasien-pasien dengan LDL berkisar antara 100-129 mg/dl, terdapat berbagai macam modifikasi pilihan terapi, termasuk terapi perubahan gaya hidup dan obat-obat farmakologis dengan gol. Statin.
Jika kadar HDL < 40 mg/dl, asam fibrat seperti fenofibrat dapat digunakan bila pasien memiliki LDL Kolesterol antara 100-129 mg/dl.
Pengobatan pada gangguan Pembekuan
Pasien dengan Sindrom Metabolik memiliki beberapa gangguan yang dapat menyebabkan bekuan darah dengan mudahnya menyumbat pembuluh darah. Pembekuan darah ini yang sering menjadi presipitasi pada serangan jantung pasien-pasien dengan sindrom metabolik oleh karena itu pada umumnya diberikan terapi aspirin harian untuk mencegah proses pembekuan seperti diterangkan di atas. Usia diatas 40 tahun, pasien  diabetes dan yang memiliki panyakit kardiovaskular, dianjurkan untuk diterapi aspirin. Mengenai jumlah dosis yang diberikan, ternyata bervariasi, dikarenakan belum ada data yang memuaskan perbedaan dalam pemberian 75 mg, 80 mg, 160 mg, dan 325 mg/hari.


BAB 3

PENUTUP


3.1        Kesimpulan
Sindrom metabolik merupakan sindrom yang mencakup resistensi insulin, kenaikan tekanan darah, ketidak normalan profil lemak. Penyebab dari sindrom metabolik belum terpecahkan secara pasti. Salah satu hipotesa yang ada adalah resistensi insulin sebagai sumbernya. Obesitas merupakan kelainan metabolik yang paling diderita manusia saat ini. Tetapi masyarakat sendiri tidak menganggap obesitas sebagai suatu penyakit, tetapi justru merupakan suatu yang wajar.Penderita obesitas dapat mengalami diabetes mellitus, hipertensi, gangguan kardiovaskuler, dan menjadi faktor resiko dari penyakit lainnya.

3.2        Saran      
1.      Biasakan pola hidup sehat.
2.      Lakukan pengobatan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.
3.      Dianjurkan untuk melakukan latihan fisik 30 menit setidaknya 5 hari dalam seminggu.
4.      Diit mengurangi jumlah lemak jenuh dan kolesterol.



                                            

                                             DAFTAR PUSTAKA








7)      Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI Hal 1849-1851.