HEMATEMESIS MELENA

 BAB 1

PENDAHULUAN

     Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi perdarahan saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : 1). anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien.(3)
     Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas terletak pada urutan penyebab tersebut.(3)
     Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang. Konsensus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran makanan bagian atas adalah sebagai berikut: 1). Pemeriksaan awal, penekanan pada status awal hemodinamik; 2). Resusitasi, terutama untuk stabilitas hemodinamik; 3). Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang diperlukan ; 4). Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah; 5). Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan; 6). Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah perdarahan ulang.(3)
     Tegaknya diagnosa penyebab perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang diambil.(3)



























BAB II
PEMBAHASAN


II.1 DEFINISI
               Hematemesis diartikan sebagai muntah darah, dan Melena sebagai pengeluaran kotoran yang hitam seperti ter karena adanya darah yang berubah bentuknya.(1)

II.2 ANATOMI  DAN HISTOLOGI SALURAN PENCERNAAN MAKANAN
 a.     Anatomi










Gambar:Anatomi saluran makanan.(5)







    
Anatomi dari Esofagus














Gambar:penbagian daerah esophagus (5)

AnatomiLambung











Gambar : Anatomi lambung (5)
b.   Histology
1.   Gaster
Gaster manusia terbagi atas tiga bagian : kardia, fundus, dan korpus, dan pilorus. Fundus dan korpus adalah bagian lambung yang terluas.(5)
Dinding gaster terdiri dari atas empat lapisan umum saluran cerna : Mukosa, Submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.(5)
Mukosa gaster terdiri dari atas tiga lapisan: epitel, lamina propria, dan mukosa muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel selapis gepeng silindris. Epitel ini juga meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrika yang merupakan invaginasi epitel permukaan. Di daerah fundus gaster, foveola ini tidak dalam dan masuk ke dalam mukosa sampai kedalaman seperempat tebalnya. Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar, yaitu lamina propria di antara kelejar gaster ke arah epitel permukaan.(5)
Kelenjar gaster berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati seluruh tebal mukosa. Kelenjar-kelenjar ini bermuara ke dalam dasar foveola gastrika. Epitel permukaan gaster mengandung jenis sel yang sama, dari daerah kardia sampai ke pilorus; namun terdapat perbedaan regional pada jenis sel yang menyusun kelenjar gastrika. Dengan pembesaran yang lebih lemah, dua jenis sel dapat dikenali di kelenjar gaster pada fundus gaster. Sel parietal asidofilik terlihat pada bagian atas kelenjar ; sel zimogen yang lebih basofilik menmpati bagian lebih ke bawah. Lamina propria daerah di bawah kelenjar dapat mengandung kelompok jaringan limfoid dan limfonodus kecil.(5)
Mukosa: Mukosa gaster kosong memperlihatkan banyak lipatan yang disebut rugae. Lipatan- lipatan ini bersifat sementara dan terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, yaitu mukosa muskularis. Saat lambung terisi cairan atau materi padat, ruge ini menghilang dan mukosa tampak licin.(5)
Submukosa : Lapisan tebal tepat dibawah mukosa muskularis adalah submukosa. Pada lambung kosong, lapisan ini meluas sampai ke dalam lipatan atau ruge. Submukosa mengandung jaringan ikat tidak teratur ang lebih padat dengan lebih banyak serat kolagen dibandingkan dengan lamina propria. Selain unsur normal sel sel jaringan ikat, submukosa mengandung banyak jaringan pembuluh limfe kapiler, arteriol besar, dan venul. Di bagian yang lebih dalam submukosa terlihat juga ganglia parasimpatis pleksus saraf Meissner mukosa yang terisolasi atau berada dalam kelompok kecil.(5)
Muskularis eksterna : pada gaster, muskularis eksterna terdiri dari tiga lapis otot polos, masing-masing terorientasi dalam bidang berbeda : lapisan oblik di dalam, sirkular di tengah, dan longitudinal di luar. Lapisan oblik tidak utuh, dan akibatnya lapisan ini tidak selalu tampak pada sediaan dinding gaster. Pada sediaan ini, lapisan sirkuler terpotong memanjang dan lapisan memanjang terpotong melintang. Di antara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal, terdapat pleksus saraf mesentericus ganglia parasimpatis dan serat saraf.(5)
Serosa : Lapisan paling luar dinding gaster adalah serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna. Di luarnya, lapisan ini ditutupi selapis mesotel gepeng peritoneum visceral. Jaringan ikat yang ditutupi peritoneum viseral dapat mengandung banyak sel lemak. (5)

2.   Peralihan Duodenum – Pilorus
Pilorus gaster dipisahkan dari duodenum usus halus oleh lapisan otot polos tebal yang disebut sfingter pilori. Sfingter ini dibentuk oleh penebalan lapisan sirkular muskularis eksterna gaster.(5)
Pada peralihan pilorus dengan duodenum, rigi mukosa di sekitar foveola gastrika melebar, lebih tidak teratur, dengan bentuk lebih variabel. Kelenjar pilorus tubular bergelung berada di dalam lamina propria dan bermuara di dasar foveola gastrica. Sering terlihat limfonodulus di daerah peralihan gaster dan usus halus.(5)
Epitel gaster penghasil mukus langsung berubah menjadi epitel usus di duodenum. Epitel ini terdiri atas sel silindris dengan mikrovili dan sel goblet yang terdapat sepanjang saluran cerna. Duodenum memiliki modifikasi permukaan khusus berupa vili. Setiap vilus merupakan tonjolan permukaan berbentuk daun dengan ujung lancip. Di antara vili terdapat ruang antarvili yang merupakan perluasan lumen usus.(5)
Di dalam lamina propria duodenum tampak kelenjar intestinal tubuler simpleks. Kelenjar-kelenjar ini terutama terdiri dari sel goblet dan sl dengan mikrovili pada epitel permukaan.(5)
Kelenjar duodenal menempati sebagian besar submukosa di duodenum bagian atas dan khas untuk bagian usus halus ini. Saluran keluar kelenjar ini menembus mukosa muskularis duodenum dan bermuara pada dasar kelenjar intestinal. Akibatnya, mukosa muskularis tampak terputus-putus di daerah ini. Kecuali kelenjar submukosa esofageal propria, kelenjar duodenal adalah kelenjar submukosa satu-satunya pada saluran cerna. Di muskularis eksterna gaster dan muskularis eksterna duodenum terdapat neuron-neuron pleksus syaraf mienterica.(5)

3.   Duodenum
Dinding duodenum terdiri atas empat lapisan : mukosa dengan epitel pelapisnya, lamina propria, dan mukosa muskularis; jaringan ikat submukosa dibawahnya dengan kelenjar duodenal mukosa; kedua lapisan otot polos muskularis eksterna dan serosa. Lapisan-lapisan ini menyatu dengan lapisan yang serupa pada gaster, usus halus, dan usus besar. Lipatan sirkuler terbentuk di dalam duodenum, mereka adalah bagian dari membran mukus dan jaringan submukosa dan memiliki ketebalan hingga 8 mm. Tunica muscularis bukan merupakan bagian dari plika. Bagian ini memperlihatkan 2 lipatan yang bergabung. Permukaan dari lipatan Kerckring memperlihatkan intestinal vili dalam beberapa bentuk dan ukuran. Bagian tersebut memiliki ketinggian 0,5-1,5 mm dengan ketebalan sekitar 0,15 mm. Interstinal vili selimuti oleh epitel kolumner.Sel otot halus bermula dari mukosa lamina muskularis sampai ke lamina propria vili. Vili ini melekat di membran mukosa. Tubular canal memanjang mulai dari permukaan sel dibawah invaginasi antara mikrovili dan mukosa lamina muskularis. Canal ini lah yang merupakan kelenjar intestinal Lieberkuhn atau juga dapat disebut rongga Lieberkuhn. Kelenjar duodenal atau disebut juga dengan kelenjar Brunner adalah ciri khas dari duodenum. Kelenjar ini terletak di lapisan submukosa. Kelenjar dengan saluran berkelok ini serupa dengan yang terdapat pada gaster.(5)

II.3 FISIOLOGI
Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap makanan yang masuk melalui mulut sampai masuk ke gaster.(5)
 Faring dan Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan dari mulut masuk ke lambung.(5)
Stimulus yang dihasilkan oleh makanan yang masuk ke esofagus berupa rangsangan mekanik. Menelan menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga terjadi reflex berupa relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian distal terjadi kontraksi refleks ini juga disebut peristaltik yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari esofagus bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan membuka sehingga makanan masuk ke lambung.(5)      
Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan yaitu fungsi mekanik dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari lambung dan dengan cara kimiawi dengan cara mengeluarkan asam lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga bakteri yang tidak tahan asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung. Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek buruk dari asam lambung dengan adanya prostaglandin.(5)

II.4  ETIOLOGI
  II.4.1 Etiologi perdarahan saluran makanan bagian atas
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang pada orofaring dan rongga nasal harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya darah yang tertelan sebagai sumber hematemesis.(1)
Ada empat penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (SMBA) yang paling sering ditemukan, yaitu (1) ulkus peptikum, (2) gastritis erosif, (3) varises, dan (4) ruptur mukosa esofagogastrika. Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti.(1)
Ulkus peptikum yang mengenai lambung atau doudenum merupakan penyebab perdarahan SMBA yang paling sering ditemukan. Karena perdarahan merupakan manifestasi pertama pada ulkus peptikum, lesi ini harus dipertimbangkan secara serius bahkan kalau riwayat penyakit dengan ciri khas ulkus tersebut tidak didapat.(1)
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Erosi lambung lebih sering pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat, khususnya para korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena tidak ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau ditemukan kondisi klinis yang sesuai.(1)          
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan darah gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar  kadang-kadang dapat menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan nyang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab perdarahan nagar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.(1)       
Dengan kemajuan bidang esofagogastroduodenoskopi, sindroma Mallory-Weiss ditemukan dengan frekuensi yang meningkat sebagai penyebab perdarahan SMBA akut. Laserasi mukosa terjadi didaerah batas esofagogastrika dan riwayat medisnya sering ditandai oleh gejala muntah tanpa isi atau vomitus tanpa darah, yang kemudian diikuti dengan hematemesis.(1)        
Lesi perdarahan esofagus yang jarang termasuk esofagitis dan karsinoma; semua ini menyebabkan hilangnya darah kronik dan jarang menimbulkan perdarahan masif.(1)         
Karsinoma gaster, Limpoma, Polip, dan Tumor lambung dan usus kecil lainya jarang menimbulkan perdarahan. Leiomioma leiomiosarkoma jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan perdarahan masif. Perdarahan divertikula duodenum dan jejunum relatif jarang terjadi. Insufisiensi vaskular pembulih darah mesenterik , termasuk penyakit oklusif dan nonoklusif, dapat menyebabkan diare berdarah.(1)          
Ruptur aneurisma aorta aterosklerotik kedalam usus kecil hampir selalu fatal. Ruptur biasanya terjadi setelah pembedahan rekontruksi arteri dengan pembentukan fistula antar graf sintetik dan lumen usus. Perdarahan yang sedikit atau banyak dapat mendahului perdarahan masif yang mendadak dari fistulo aortoenterik. Perdarahan mendadak juga dapat terjadi setelah trauma yang dapat menyebabkan laserasi hepar; keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya darah kedalam saluran empedu.(1)        
Diskrasi darah primer, vaskulitis dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan perdarahan SMBA yang signifikan. Uremia dapat menyebabkan hilangnya darah dari gastrointestinal. Gejala yang paling sering adalah perdarahan kronik dari lesi yang difusdari mukosa lambung dan usus kecil.(1)

II.4.2 Etiologi Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah
Lesi pada anus dan rektum. Sedikit darah yang berwrna merah cerah pada permukaan feses dan kertas toilet sering disebabkan oleh hemorhoid, fisura ani atau fistula. Perdarahan semacam ini biasanya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan. Proktitis merupakan perdarahan rektum yang lain. Proktitis ini sering merupakan varian kolitis ulseratif yang terbatas dan bersifat idiopatik. Pada keadaan lain, terutama pada kaum laki-laki homoseksual atau pada pasien yang terinfeksi HIV, proktitis dapat disebabkan oleh sitomegalovirus (CMV) atau gonore atau neoplasma. Trauma rektum merupakan penyebab hematokezia, dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rektum dapat menimbulkan perforasi disamping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi anus tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya sumber-sumber ini harus dicari dan dikesampingkan.(1)        
Lesi pada kolon. Baik karsinoma kolon maupun polip pada kolon dapat menyebabkan kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia, yaitu telengiektesia mukosa, yang biasanya mengenai kolon ascendens, merupakan sumber utama perdarahan akut atau kronik pada pasien lanjut usia. Diare berdarah yang nyata sering dijumpai dan merupakan gejala yang tampak pada pasien kolitis ulserativa. Gejala ini tidak begitu sering dijumpai pada kolitis granulomatosa, tetapi darah okulta dapat ditemukan dalam tinja. Perdarahan dapat pula menyertai diare yang disebabkan oleh infeksi Shigella, Amoeba, Campylobacter, C.difficile, dan kadang-kadang salmonella. Pada pasien lanjut usia, kolitis iskemik dapat menyebabakan diare berdarah. Lesi ini dapat pula dijumpai pada perempuanyang lebih muda, yang menggunakan preparat kontrasepsi oral.(1)        
Divertikula. Perdarahan pada divertikula kolon merupakan penyebab terjadinya perdarahan gastrointestinal bawah yang masif. Gambaran yang lazim ditemukan pada perdarahan divertikula adalah tinja berwarna merah tua yang dikeluarkan tanpa rasa nyeri. Divertikula Meckel, yaitu suatu anomali kongenital pada ileum bagian dista, ditemukan pada sekitar dua persen populasi dan merupakan penyebab perdarahan akut yang penting pada anak-anak serta dewasa muda. Meskipun hanya sekitar 15 persen dari divertikula ini yang mengandung mukosa lambung, namun separuh lesi yang menyebabkan perdarahan akut berisi mukosa lambung.(1)  

II.5  PATOFISIOLOGI
       Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida didalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti “ampas kopi” yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam lambung.(2)



 






Gambar: Sumber Perdarahan GIT (4)



 
















Gambar:  Lokasi perdarahan saluran makanan bagian atas.(4)

Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya akan mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Istilah Melena biasanya menggambarkan perdarahan dari esofagus, lambung atau doudenum, tetapi lesi didalam jejunum, ileum dan bahkan kolonascendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60mL darah cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah ini dapat menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Setelah warna tinja kembali normal , hasil tes untuk adanya darah samar dapat tetap positif selama lebih dari satu minggu. Warna melena yang hitam terjadi akibat kontak darah dengan asam hidroklorida sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan terbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau yang khas. Konsistensi seperti ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismut atau licorice. Demikian pula tinja yang merah dapat terjadi akibat mengkonsumsi bit atau setelah menyuntikan sulfobromoftalein intravena. Perdarahan gastrointestinal, sekalipun hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah samar, menunjukkan darah yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut. (2)

II.6   RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit atau gejala yang mengarah ke penyakit ulkus dapat memberikan petunjuk yang berguna. Demikian pula, riwayat penggunaan alkohol yang berlebihan atau pemakaian obat-obat antiinflamasi yang belum lama harus menimbulkan kecurigaan terhadap kemungkinan gastritis erosif. Jika penggunaan alkohol tersebut telah berjalan lama, varises esofagus lebih cenderung menjadi perdarahan. Riwayat perdarahan gastrointestinal sebelumnya dapat membantu sebagaimana halnya penyakit intestinal atau kelainan perdarahan didalam keluarga. Gejala muntah tanpa isi yang baru saja terjadi dan diikuti hematemesis menunjukkan kemungkinan sindroma Mallory-Weiss. Penyakit usus inflamatorik atau kolitis infeksiosa. Penyakit sistemik yang menyertai, luka bakar atau trauma yang baru saja terjadi dapat menimbulkan gastritis erosif.(1)

II.7   PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
 Pendekatan kepada pasien dengan perdarahan tergantung pada lokasinya, luas dan kecepatan perdarahan. Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah mempertahankan volume intravaskular yang adekuat dan stabilitas hemodinamik. Pasien dengan hematemesis biasanyamengalami perdarahan dalam jumlah yang lebih besar (sering lebih dari 1000 ml) dibandingkan dengan penderita yang mengalami melena saja (biasanya 500ml) atau kurang), dan mortalitas pada hematemesis adalah sekitar dua kali dibandingkan pada melena. Pada saat pertama terlihat, pasien mungkin dalam keadaan syok. Sebelum melakukan anamnesis dan melakukan seluruh pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital harus dicatat, darah dikirim untuk golongan darah dan percocokan silang (cross-matching), dan pasang infus intravena dengan jarum besar untuk infus garam faali atau plasma ekspander lain.(1)

II.8   MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis perdarahan gastrointestinal tergantung pada luas serta kecepatan perdarahan dan adanya penyakit yang terjadi bersamaan. Kehilangan darah kurang dari 500mL jarang disertai dengan tanda-tanda sistemik; kecuali perdarahan pada manula atau pada pasien anemia di mana jumlah kehilangan darah yang lebih kecil sudah dapat menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer akibat reflek vasokontriksi. Hipotensi orthostatik yang lebih besar daripada 10mmHg biasanya menunjukkan penurunan volume darah sebesar 20 persen atau lebih. Gejala yang timbul bersamaan meliputi sinkop, kepala terasa ringan, nausea, prespirasi, dan rasa haus. Kalau kehilangan darah mendekati 40 persen dari volume darah, gejala syok sering terjadi disertai takikardi dan hipotensi yang nyata. Gejala pucat tampak mencolok dan kulit penderita teraba dingin.(1)
Pada keadaan perdarahan yang terjadi dengan cepat, nilai hematokrit mungkin tidak mencerminkan besarnya darah yang hilang secara akurat karena keseimbangan dengan cairan ekstravaskular dan hemodilusi memerlukan waktu lebih dari 8 jam. Hasil laboratorium yang lazim ditemukan adalah leukositosis ringan dan trombositosis yang terjadi dalam waktu 6 jam setelah mulainya perdarahan. Kadar BUN (blood urea nitrogen) dapat meninggi dan tidak sebanding dengan peninggian kadar kreatinin, khususnya pada  perdarahan gastrointestinal bagian atas. Keadaan ini terjadi akibat pemecahan protein darah menjadi ureum oleh bakteri intestinal disamping akibat penurunan ringan laju filtrasi glomeruler.(1)
Perdarahan tersembunyi, yang ditemukan dengan card test untuk hemoglobin peroksidase, merupakan petunjuk yang penting guna menemukan neoplasma kolateral pada stadium dini yang potensial untuk disembuhkan. Pemeriksaan tersebut dianjurkan pada pasien yang berusia di atas 40 tahun sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan tahunan, dan test kit untuk pemeriksaan ini dapat dibeli oleh pasien sendiri. Interpretasi hasil test tersebut dipersulit oleh keharusan untuk memeriksa tinja lebih dari satu kali (biasanya dua buah sampeldari tiga kali pengambilan tinja) dan bila hasilnya positif, pemeriksaan tambahan diperlukan. Hasil yang positif dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang fisiologis, adanya enzim-enzim peroksidase dalam makanan atau oleh setiap penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas atau bawah. Konsumsi vitamin C lebih dari 500 mg per hari dapat memberikan hasil tes yang negatif palsu (false-negative). Untuk membatasi variabel pengacau (caunvonding), pasien harus dites dengan diet tinggi serat dan rendah daging tanpa menggunakan preparat antiinflamasi nonsteroid maupun vitamin C. Tes kuantitatif dan spesifik ini tengah dikembangkan serta dianjurkan (Hemoquant) untuk memperbaiki kepekaan pemeriksaan skrining darah okulta pada feses.(1)
Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah. Cara praktis membedakan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) atau saluran makanan bagian bawah (SMBB) terdapat dalam table dibawah ini.(3)
Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan sepeti kopi karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahan berasal dari SMBA. Timbul melena, berak hitam lengket dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50-100 mL atau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari anamnesa, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum. Perdarahan SCBA dengan manifestasi hematokezia (berak darah segar) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi 1000mL dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atau syok.(3)

Tabel perbedaan perdarahan SMBA dan SMBB.(3)

Perdarahan SMBA
Perdarahan SMBB
- Manifestasi klinis pada   umumnya

- Aspirasi nasogastrik

- Rasio (BUN/Kreatinin)
- Auskultasi usus
- Hematemesis dan / melena

- Berdarah

- Meningkat > 35

- Hiperaktif
- Hematokezia


- Jernih

- < 35

- Normal

II.9   PEMERIKSAAN PADA PERDARAHAN SALURAN MAKAN
a.   Pemeriksaan awal pada perdarahan saluran makanan
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi  : 1). Tekanan darah dan nadi posisi baring, 2). Perubahan orthostatik tekanan darah dan nadi, 3). Ada tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin), 4). Kelayakan napas, 5). Tingkat kesadaran, 6). Produksi urin.(3)              
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1). Hipotensi (90/60mmHg atau MAP < 70mmHg) dengan frekuensi nadi > 100x/menit; 2). Tekanan diastolik orthostatik turun > 10mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg; 3). Frekuensi nadi orthostatik meningkat lebih > 15 x/menit; 4). Akral dingin; 5). Kesadaran menurun; 6). Anuria atau oligouria (produksi urin < 30 mL/jam).(3)               
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan : 1). Hematemesis, 2). Hematokesia (berak darah segar), 3). Darah segar pada aspirasi darah gastrik dan dengan lavase tidak segera jernih, 4). Hipotensi persisten, 5). Dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebihi 800-1000 mL.(3)

         b.   Stabilitas Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Makanan
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar, minimal 16 G dan pasang monitor CVP); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit. Leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, dan aPTT.(3)              
Kapan tranfusi darah diberikan sifatnya sangant individual, tergantung jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian tranfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1). Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil, 2). Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih, 3). Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30%, 4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yan g menurun. Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24-72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah tranfusi darah tergantung kasus yang dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi cukup sehat 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.(3)

         c.   Pemeriksaan Lanjut
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik lengkapi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan.(3)               
Dalam anamnesa yang perlu ditekankan : 1). Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh yang lain, 5). Penggunaan obat-abatan terutama antiinflamasinon steroid dan antikoagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari kemungkinan adanya penyakit hari kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat tranfusi sebelumnya.(3)               
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : 1). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu badan dan perdarahan ditempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma Peutz-Jeger.               
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). EKG; terutama pasien berusia >40 tahun, 2). BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SMBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangakan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat, 3). Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdrahan, tranfusi, atau kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung pada kasus yang dihadapi.(3)  

         d.   Pemeriksaan Fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan untuk mengevaluasi perubahan orthostatik pada denyut nadi dan tekanan darah, penilaian klinis tekanan vena sentral dan pemberian cairan untuk penggantian volume cairan yang hilang, pasien harus diperiksa untuk menentukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya penyakit yang mendasari perdarahan tersebut. Sumber perdarahan diluar intestinum harus dikesampingkan dengan pemeriksaan yang teliti terhadap rongga mulut dan nasofaring. Pemeriksaan Dermatologi yang mengungkapkan telangeaktesia yang khas pada penyakit osler-weber-rendu (kendati lesi ini tidak akan terlihat bila terdapat anemia berat), pigmentasi peroral pada sindroma Peutz-Jeghers, fibroma pada neurofibromatosis, kista sebasea serta tumor-tumor tulang pada sindroma Gardner, purpura yang teraba sering terlihat pada penyakit vaskulitis atau pigmentasi difus pada hemokromatosis. Stigmata pada penyakit hepar kronis seperti spider angiomata, ginekomastia, atrofi testis, ikterus, asites, dan hepatosplenomegali menunjukkan kemungkinan adanya hipertensi portal sebagai penyebab perdarahan varises esofagus atau lambung. Pembesaran kelenjar limfe yang signifikan atau massa dalam abdomen dapat mencerminkan kelainan signifikan intraabdomen sebagai penyebab perdarahan tersebut. Pemeriksaan rektum yang cermat sangat penting untuk menyingkirkan kelainan patologi setempat di samping untuk melihat warna tinja.(1)

II.10 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan pendahuluan harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan morfologi sel darah merah yang teliti (sel darah merah hipokromik mikrositik menunjukkan bahwa kehilangan darah terjadi secara kronik), jumlah tromboplastin parsial dan pemeriksaan koagulasi lainnya diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pembekuan yang primer atau sekunder. Radiografi abdomen jarang membantu menegakkan diagnosa kecuali jika lesi iskemik atau perforasi dicurigai. Meskipun uji awal berguna dan penting, evaluasi ulangan data laboratorium penting untuk mengikuti perjalanan klinis perdarahan.(1)
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:
1.      Chemistry panel (liver disease, kidney disease);
2.      Liver function tests (esophageal varices) ;
3.      Upper GI series and esophagram (reflux esophagitis, ulcer, esophageal carcinoma, gastric carcinoma);
4.      Tes Faal Hemostatis;
5.      Barium enema;
6.      CT scan of abdomen;
7.      Colonoscopy (colon neoplasm. bleeding diverticulum);
8.      Arteriogram;
9.      Fluorescein dye string test (to determine site of occult bleeding);
10.  Nuclear scan (to detect bleeding)(5)

II.11 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat mengkonsumsi obat AINS, obat-obat racikan untuk nyeri sendi, pengkonsumsi alkohol yang menimbulkan erosl/ulkus peptikum. riwayat hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dengan  disertai penurunan kesadaran (prekoma. koma hepatikum),ini bisa terjadi karena syok hipovolemik.(5)
Pendekatan diagnostik bagi pasien perdarahan SMBA harus disesuaikan menurut keadaan masing-masing pasien. Kalau terdapat riwayat melena atau hematemesis atau terdapat kecurigaan bahwa perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal bagian atas, kita harus memasang NGT (nasogastric tube) untuk mengosongkan lambung pasien dan menentukan apakah perdarahan terjadi di sebelah proksimal dari ligamentun Treitz. Jika cairan aspirasi permulaan dari lambung tampak jernih, selang nasogastrik tersebut dibiarkan terpasang selama beberapa jam karena perdarahan duodenum yang aktif dapat terjadi dengan hasil aspirasi nasogastrik yang pada mulanya jernih. Jika hasil aspirasi tersebut tidak mengandung darah selama periode perdarahan yang aktif, dapat disimpulkan bahwa perdarahan aktif tersebut tidak berlangsung di bagian gastreoduodenum dapat dibenarkan dan selang nasogastrik boleh dilepas. Namun demikian, bila tidak terdapat gejala yang membuktikan adanya perdarahan  aktif pada saat selang nasogastrik dipasang, kita tidak boleh mengasumsi bahwa perdarahan bukan berasal dari lambung atau doudenum, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi.(1)
Jika darah yang berwarna merah atau bahan seperti “ampas kopi” teraspirasi lewat selang nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali (saline) harus dilakukan. Tindakan irigasi ini memiliki du tujuan: memberikan informasi kepada dokter tentang kecepatan perdarahan, dan membersihakan darah yang lama dari dalam lambung sebelum dilakukan endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya akan tergantung apakah perdarahan masih terus berlanjut; keadaan ini dapat dinilai berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan tranfusi dan jumlah serta konsistensi tinja.(1)
Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjut dengan esogastroduodenoskopi dapat dilakukan. Meskipun pada beberapa penelitian menunjukkan pada endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif pada umumnya tidak menurunkan morbiditas atau mortalitas pasien, namun tindakan endoskopi emergensi sangat penting untuk penyusunan rencana terapi pada pasien tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi portal atau penyakit multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien yang pembuluh darahnya terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan komplikasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika pendekatan diagnostik dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data lainnya.(1)
Perdarahan SMBA yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan kebanyakan dokter akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofagogastroduodenoskopi. Penentuan lokasi dan penyebab perdarahan  sangat penting dalam penyusunan rencana untuk terapi yang tepat. Antisipasi tindakan pembedahan, angiografi atau kecurigaan akan adanya varises yang berdarah merupakan indikasi kuat untuk tindakan esofagogastroduodenoskopi. Perdarahan dari arteriol pada ulkus peptikum dapat dikendalikan lewat tindakan koagulasi endoskopik dengan menggunakan laser Nd:YAG,heater probe atau elektrokauter. Namun demikian, esofagogastraduodenoskopi lebiuh sulit dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan masif karena jumlah darah yang banyak akan mengaburkan visualisasi kelainan patologi mukosa, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan angiografi disamping endoskopi.(1)
Apabila perdarahan berlanjut dan pemeriksaan endoskopi tidak berhasil menentukan sumber perdarahan, lokasi perdarahan mungkin teletak disebelah distal ligamentum Treitz. Pada situasi ini, sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Untuk melihat lokasi perdarahan lewat angiografi diperlukan kehilangan darah dengan kecepatan sedikitnya 0,5mL/menit. Korelasi klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup hipotensi postural dan keharusan tranfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang stabil. Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentuka lokasi perdarahan; kendati demikian, penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat varises, malfornasi vaskuler atau aneurisma.(1)
Angiografi terapeutik merupakan pendekatan yang sangat membantu dalam mengendalikan perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriktor intraarteri, seperti vasopresin, secara kontinyu sering berhasilmengendalikan perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur Mallory-Weiss. Selain itu, bahan yang bisa menghasilkan embolus dapat disuntikkan langsung ke dalam pembuluh arteri yang mengaliri tempat perdarahan.(1)
Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus vasopresin melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera. Respon terhadap terapi seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai berdasarkan parameter klinis dan laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial ternyata tidak lebih efektif daripada penyuntikan intravena dalam pengendalian perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan ligasi varises kini telah digunakan sebagai terapi yang efektif untuk perdarahan varises esofagus. Skeroterapiendoskopik yang periodik dan ligasi juga membatasi timbulnya perdarahan lebih lanjut pada pasien dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini. Perdaraha varises juga dapat dikendalikan dengan temponade balon dengan Sengstaken-Blakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya digunakan sebagai tindakan untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti dengan terapi definitif yang kalau mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam. Karena angka morbiditasnya, pembuatan pintas (shunt). Portosistemik hanya dilakukan pada keadaan yang paling gawat. Transpalntasi hepar mungkin merupakan satu-satunya pilihan bagi sebagian penderita sirosis hepatis dan perdarahan varises.(1)
Dalam mengevaluasi perdarahan SMBB (saluran makanan bagian bawah), prosedur yang paling penting adalah pemeriksaan colok dubur, anoskopi, dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan yang disebutkan terakhir ini dapat mengenali lokasi perdarahan atau melihat perdarahan yang datang dari sebelah atas daerah yan g terjangkau oleh instrumen tersebut. Pada keadaan yang terakhir ini, persiapan kolon dengan larutan lavase saline memungkinkan evaluasi kolonoskopik usus dalam beberapa jam. Banyak kelainan kolon dapat dideteksi dan diterapi dengan polipektomi atau elektrokoagulasi. Jika perdarahan terjadi dengan cepat, arteriografi dapat membantu menentukan lokasi perdarahan dan memungkinkan penyuntikan setempat preparat vasokonstriktor untuk mengendalikan perdarahan. Karena arteriografi hanya dapat mendeteksi lesi yang menimbulkan perdarahan aktif itu kalau kehilangan darahnya melebihi 0,5 mL/menit dan karena perdarahan gastrointestinal cenderung intermitten, pemeriksaan arteriografi sering tidak mempunyai arti diagnostik. Pemindaian eritrosit dilabel dengan radioaktif lebih sensitif dibandingkan dengan arteriografi dalam mendeteksi hilangnya darah sebanyak 0,1mL/menit dan dapat dipergunakan untuk meneliti perdarahan yang kurang berat. Namun, pemindaian perdarahan kurang spesifik dibandingkan arteiografi, umumnya melokalisasi lesi, tetapi jarang menghasilkan diagnosa pasti. Sken perdarahan paling membantu dalam mendeteksi perdarahan aktif, ringan, atau intermitten, untuk menentukan waktu yang lebih baik untuk arteriografi dan mendapatkan hasil diagnosa yang maksimal. Akhirnya, pemeriksaan barium enema hanya memiliki peranan yang terbatas dalam mengevaluasi perdarahan rektum yang akut. Meskipun dapat dipakai guna mengetahui sumber-sumber yang potensial untuk terjadinya perdarahan, pemeriksaan ini tidak dapat menentukan lokasi perdarahan yang tepat. Selanjutnya, jika perdarahan yang cepat berulang, kolonoskopi atau angiografi berikutnya akan sulit untuk menginterpretasi akibat bahan kontras yang tertahan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menangguhkan uji barium pada SMBA atau SMBB selam sedikitnya 48 jam setelah perdarahan aktif berhenti.(1)
Pasien dengan tes positif untuk darah feses tersembunyi dievaluasi terutama untuk menyingkirkan kemungkinan neopalsma kolorektal. Semua gejala atau riwayat harus diperiksa juga. Jika tidak terdapat gejala, evaluasi difokuskan pada colon cukup dengan enema barium dan sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pasien dengan anemia tidak mungkin mempunyai dasar fisiologis untuk hasil tesnya, dan evaluasi harus diikuti sampai didapat penjelasan yang penuh.(1)    
Terapi nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi. pantau perdarahan.(6)

Farmakologis:
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%. Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
Untuk penyebab non varises :
1.      Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2.      Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3.      Antasida
4.      Injeksi vitamin K. untuk pasien dengan penyakit hati kionis atau sirosis hati.(6)
Untuk penyebab varises :
1.      Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 rng/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2.      Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)
3.      Isosorbid dinitrat/mononitrai 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
4.      Metokilrpramid 3x10 mg/hari
·        Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kebutuhan
·        Pada pasien dengan pecah varises/penvakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1.      Laktuiosa 4x 1 sendok makan
2.      Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal.
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau efektif. Bedah emergensi di indikasikan bila pasien masukdaiam keadaan gawat I-II
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai indikasinya.(6)
  




II.12 DIFERENTIAL DIAGNOSA
Table  Hematemesis And Melena (4)

V
I
N
D
I
C
A
T
E

Vascular
Inflammatory
Neoplasm
Degenerative and Deficiency
Intoxication
Congenital
Autoimmune Allergic
Trauma
Endocrine
Esophagus
Esophageal varices
Reflux esophatitis
Carcinomas of esophagus and lung

Lye and other irritants
Hiatal hernia
Scleroderma
Foreign body



Ulcer



Esophagitis

Nasogastric tube


Aortic aneurysm
Trypanosomiasis cruzi


Foreign body


Mallory–Weiss syndrome

Stomach
Cardiac varices
Gastritis
Carcinoma
Atrophic gastritis
Alcoholic gastritis, aspirin, and other drugs (e.g., arsenic)
Hereditary telangiectasis

Perforation and laceration surgery
Zollinger–Ellison syndrome

Ruptured aneurysm
Gastric ulcer







Duodenum

Ulcer




Regional ileitis
Perforation and laceration surgery
Zollinger–Ellison syndrome
Pancreas

Acute pancreatitis (hemorrhagic)







Blood


Leukemia
Aplastic anemia
Warfarin
Hemophilia and other hereditary coagulation disorders
ITP





Polycythemia
Vitamin K deficiency
Heparin

Collagen disease and other causes of thrombocytopenia







Other drugs




ITP, idiopathic thrombocytopenic purpura.

II.13 KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan.(6)

II.14 PROGNOSA
          Dubia.(6)



BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
     Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.(6)



DAFTAR PUSTAKA

1.      Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262

2.      AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985

3.      Sudoyo Aru W, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K Marcellus, Setiati Siti.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Sudoyo Aru W.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,Juni 2006.hlm 289-292

4.      Pain Management Spescialist Treats Chronic Back Pain and Neck Pain 2007.Hematemesis and Melena.Website Address: http://pain specialist.com.sq
5.      Pustaka Medika Indo 2008.Patofisiologi Muntah.Website Address:http://Cetrione.blogspot.com

6.      Portal Kedokteran 2008.Hematemesis Melena.Website Address: http:// Hematemesis Melena.com