Referat Kejang Demam

 DAFTAR ISI


Hal
Halaman Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Batasan Masalah 3
BAB II TINJAUAN UMUM KEJANG DEMAM 4
2.1 Definisi 4
2.2 Epidemiologi 4
2.3 Faktor Resiko 5
2.4 Klasifikasi 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang 6
2.6 Diagnosis Banding 8
2.7 Prognosis 8
2.8 Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam 9
BAB III PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI KEJANG DEMAM 11
3.1 Patofisiologi Kejang Demam 11
3.2 Etiologi Kejang Demam 13
BAB IV MANIFESTASI KLINIK KEJANG DEMAM 14
BAB V PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM 15
5.1 Penatalaksanaan Saat Kejang 15
5.2 Pemberian Obat Pada Saat Demam 16
5.3 Pemberian Obat Rumat 16
5.4 Edukasi Pada Orang Tua 18
5.5 Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang 18
5.6 Vaksinasi 18
BAB VI KESIMPULAN 20
Daftar Pustaka 23

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat (1).
Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari (1).
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa (1).
Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi (1).
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam (2).
Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan yang imatur. Kejang tertentu pada populasi pediatric adalah spesifik umur (misal spasme infantile), yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa (2).
Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat untuk profilaksis rumat (1).
Dengan latar belakang tersebut, penyusun merasa perlu untuk mengangkat kejadian kejang demam ini dalam sebuah referat yang berjudul Kejang Demam dan Penatalaksanaannya; mengacu pada perkembangan penatalaksanaan kejang demam terkini (1).


1.2 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui tinjauan umum mengenai kejang demam.
b. Mengetahui tentang bagaimana patofisiologi serta etiologi terjadinya kejang demam.
c. Mengetahui bagaimana manifestasi klinik kejang demam.
d. Mengetahui cara penatalaksanaan saat terjadi maupun sesudah terjadinya kejang demam.
e. Memenuhi tugas Referat Kepaniteraan Klinik Dokter Muda SMF Ilmu Kesehatan Anak di RSU USD Gambiran Kediri.


1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, prognosis, serta kemungkinan berulangnya kejang demam ?
b. Bagaimana patofisiologi dan etiologi terjadinya kejang demam ?
c. Bagaimana manifestasi klinik kejang demam ?
d. Bagaimana cara penatalaksanaan saat terjadi maupun sesudah terjadinya kejang demam ?





1.4 Batasan Masalah
Pembahasan pada referat ini, penyusun batasi pada lingkup kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.




























BAB II
TINJAUAN UMUM KEJANG DEMAM


2.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (4,5). Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun (4).
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (4). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (4).
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (4).
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4).
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat (3).


2.2 Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki.


2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah (3). Setelah kejang demam pertama, kira – kira 33 % anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi (1,3).


2.4 Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam (4,5). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam (4).
Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode – periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya (2).
Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang (2).
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih mungkin (2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (4,5).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejang demam (4).
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial (4).
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam (4).


2.5 Pemeriksaan Penunjang (4,5)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema



2.6 Diagnosis Banding (5,6)
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
4. Dan lain – lain
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) (5,6).
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).


2.7 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal (4).
Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap (2).
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :


1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi
Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).


2.8 Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko terjadinya epilepsi (4)
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung



Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.



























BAB III
PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI KEJANG DEMAM


3.1 Patofisiologi Kejang Demam
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler (6).
Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6).
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel (6).
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan (6).



Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang (6).
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang (6).
Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia (1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (6).
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi (6).


3.2 Etiologi Kejang Demam (3)
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.





















BAB IV
MANIFESTASI KLINIK KEJANG DEMAM


Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39 o C atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik – klonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi, seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis (1,3).
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparese yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama (3).









BAB V
PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM


5.1 Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.


Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.


5.2 Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.


5.3 Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :


1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat.
Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.




5.4 Edukasi Pada Orang Tua (4)
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.


5.5 Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.


5.6 Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.




























BAB VI
KESIMPULAN


1. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada 2 – 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
2. Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.
3. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
4. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) adalah kejang dengan salah satu ciri berikut :
a. Kejang lama lebih dari 15 menit.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
6. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
7. Diagnosis banding dari kejang demam adalah meningitis, ensefalitis, abses otak.
8. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
9. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
10. Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
11. Saat kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
12. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
13. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
14. Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg BB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg BB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
15. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
16. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
a. Kejang lama > 15 menit.
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
c. Kejang fokal.


d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun.
17. Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.























DAFTAR PUSTAKA


1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8.
3. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437.
4. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 – 273.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 – 855.

Pembelajaran Bahan Ajar BIPA melalui Materi Otentik

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIPA MELALUI MATERI OTENTIK
YANG BERMUATAN BUDAYA INDONESIA
Anneke Heritaningsih Tupan-atupan@peter.petra.ac.id
BIPA FS-UK Petra

ABSTRAK
Salah satu masalah dalam belajar bahasa asing adalah adanya kesenjangan antara bahasa pertama dan bahasa target yang akan dipelajari.Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan bahasa target oleh pembelajar bahasa asing. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin jauh kesenjangan itu, semakin sulit proses pembelajarannya; dan semakin dekat kesenjangan itu, semakin mudah proses pembelajarannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Grabe (1986) bahwa problem belajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistis dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa target. Pada situasi seperti ini maka penggunaan pendekatan yang tepat dan pemilihan bahan ajar yang fungsional memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa asing. Oleh karena itu pemakaian materi otentik (authentic-materials) akan sangat membantu pembelajar, terutama bagi mereka yang belum mengenal bahasa target sama sekali. Pemakaian materi ajar yang otentik tentu harus disertai dengan pendekatan komunikatif integratif karena hal ini juga akan membangkitkan minat pembelajar dan memelihara keterlibatan pembelajar terhadap subyek yang sedang dipelajarinya. Salah satu bagian yang sering terlupakan dalam pengajaran BIPA adalah komponen budaya Indonesia. Pembelajar BIPA sering mengalami benturan budaya ketika mereka masuk ke dalam situasi budaya ini. Masalah ini dapat dijembatani dengan cara menggunakan materi otentik yang bermuatan budaya Indonesia sebagai bahan ajar BIPA. Materi otentik dapat diambil dari surat kabar, rekaman berita televisi tentang berbagai kejadian di Indonesia, program radio, daftar menu rumah makan, iklan dsb. Dengan berbekal materi tersebut diharapkan kesadaran pembelajar BIPA tentang budaya Indonesia akan sangat membantu pembelajar dalam mengaktualisasikan diri mereka secara tepat di dalam bahasa Indonesia.

Kata kunci: komunikatif-integratif, linguistis, sosiokultural, materi otentik

Pengantar:
Membuat definisi budaya Indonesia merupakan hal yang sangat sulit karena banyak yang beranggapan bahwa budaya Indonesia itu tidak ada. Yang ada adalah budaya masing-masing suku di Indonesia. Namun marilah kita tidak usah susah payah mendefinisikan budaya Indonesia ini. Yang kita lihat di sini adalah jalan pemikiran serta tata cara hidup orang-orang di Indonesia yang akhirnya membentuk terminologi 'budaya Indonesia'. Sementara itu banyak juga yang berpendapat bahwa budaya itu tidak dapat diajarkan, jadi mengapa kita perlu membahas komponen budaya dalam pengajaran BIPA? Barangkali untuk lebih tepatnya adalah kita berupaya menanamkan kesadaran budaya Indonesia yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Indonesia.
Pada kenyataannya kesadaran pembelajar BIPA tentang budaya Indonesia akan sangat membantu pembelajar dalam mengaktualisasikan diri mereka secara tepat di dalam bahasa Indonesia. Salah satu contoh klasik yang sangat sering dipakai adalah pertanyaan-pertanyaan: “mau kemana?, dari mana?, anaknya berapa?, gajinya berapa?, sudah menikah?, kok belum menikah?” yang sering menyebabkan pembelajar terheran-heran dengan keingintahuan orang Indonesia terhadap urusan orang lain.
Beberapa ungkapan dalam bahasa Indonesia dianggap melampaui batas kewajaran oleh pembelajar BIPA, yaitu: “wah gemuk sekali” dan “anaknya lucu ya” yang berati positif di Indonesia namun memuat konotasi negatif dalam konsep budaya barat. Pertanyaan-pertanyaan pada kelompok pertama dan ungkapan-ungkapa pujian pada kelompok kedua tentu saja harus dipahami sebagai komponen fungsi bahasa yang harus dijelaskan dalam konteks budaya dan tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa si pembelajar begitu saja. Seringnya ditemui keluhan tentang betapa inginnya orang Indonesia mencampuri urusan orang lain dalam konteks komunikasi menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan betapa minimnya pembahasan
komponen budaya dalam BIPA. Dalam contoh tersebut di atas, seperti yang tersirat dalam pertanyaan dan ungkapan pujian, komponen budaya bisa dikenalkan kepada murid, paling tidak sebagai catatatan budaya, di mana guru bisa menyinggung masalah ini bahkan pada hari pertama pelajaran BIPA dimulai dengan menggunakan topik “greeting” atau memberi salam yang bahan ajarnya diperoleh dari materi otentik (authentic materials).
Silabus dan kurikulum BIPA perlu mencantumkan komponen budaya ini untuk melengkapi pengajaran BIPA. Pada sisi lain pengajar juga harus memiliki pengetahuan tentang budaya Indonesia. Apa yang ingin diajarkan lewat komponen budaya tergantung bukan saja pada kurikulum dan silabus BIPA yang diciptakan atau diadopsi oleh pengajar. Komponen itu harus mengacu pada kepentingan pembelajar dalam mempelajari bahasa Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu disampaikan bahwa kesadaran tentang budaya Indonesia ini bukan hanya melingkupi apa yang dapat dilihat dengan jelas (tarian, drama, adat istiadat, praktek-praktek keagamaan), namun hal tersebut juga mencakup permasalahan yang tak terhingga banyaknya, misalnya konsep menghormati yang lebih tua, konsep kekeluargaan, memberi dan menerima pujian, meminta maaf, keterusterangan, kritik dan sebagainya yang semuanya bisa dibahas dengan cara menyisipkannya ke dalam catatan budaya dalam pelajaran bahasa. Dalam konteks yang lebih luas yaitu konsep tentang HAM, agama, dosa dan pahala, bahasa tubuh dsb. memerlukan pembahasan yang lebih luas dan dijelaskan tersendiri (tidak bisa disisipkan dalam catatan budaya). Dalam hal ini komponen yang akan diajarkan/dibahas dipilih sesuai kebutuhan pembelajar.

Isi:
Dalam belajar bahasa asing dikenal empat macam kemahiran bahasa (four skills), yaitu kemahiran mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Kemahiran mendengar dan membaca bersifat reseptif, sedang kemahiran berbicara dan menulis bersifat produktif. Penguasaan bahasa yang ideal mencakup keempat jenis kemahiran tersebut, walaupun kenyataannya ada siswa yang cepat mahir berbicara tetapi lemah dalam menulis atau sebaliknya (Lado, 1985).
Terkait retensi atau kemampuan mengingat kembali unsur-unsur bahasa yang sudah dipelajari, kemahiran membaca mempunyai derajat yang paling rendah. Seperti dilaporkan oleh Dale (1969) pada umumnya pembelajar hanya 10% mengingat dari apa yang mereka baca, 20% dari apa yang mereka dengar, 30% dari apa yang mereka lihat, 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat, 70% dari apa yang mereka katakan dan tulis, dan 90% dari apa yang mereka katakan seperti yang mereka lakukan. Mengingat rendahnya kemampuan mengingat dari apa yang mereka baca dan dengar dalam proses belajar bahasa asing, maka pelajaran membaca, mendengar, dan berbicara harus mendapat perhatian yang seksama.
Salah satu masalah dalam belajar bahasa asing adalah adanya kesenjangan antara bahasa pertama dan bahasa target yang akan dipelajari.Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan bahasa target oleh pembelajar bahasa asing. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin jauh kesenjangan itu, semakin sulit proses pembelajarannya; dan semakin dekat kesenjangan itu, semakin mudah proses pembelajarannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Grabe (1986) bahwa problem belajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistis dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa target. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa target jika ingin menguasai bahasa target itu. Walaupun demikian bisa saja terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa target tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target. Oleh karena itu pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target sangat dibutuhkan oleh pembelajar untuk melengkapi kompetensi gramatikal dan leksikal mengenai bahasa target.

Perlunya penggunaan materi yang otentik (authentic materials)
Pada situasi seperti tersebut diatas, penggunaan pendekatan yang tepat dan pemilihan bahan ajar yang fungsional memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa asing. Penggunaan pendekatan tertentu berkorelasi dengan jenis kemahiran yang dipelajari, dan materi yang dipelajari. Oleh karena itu pemakaian materi otentik akan sangat membantu pembelajar, terutama bagi mereka yang belum mengenal bahasa target sama sekali. Pemakaian materi ajar yang otentik tentu harus disertai dengan pendekatan komunikatif integratif karena hal ini juga akan membangkitkan minat pembelajar dan memelihara keterlibatan pembelajar terhadap subyek yang sedang dipelajarinya.
Pendekatan komunikatif integratif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang menekankan aspek komunikatif dan integratif. Komunikatif diartikan sebagai pendekatan yang mengutamakan pembelajar dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi secara aktif. Hal in berarti bahwa fokus pembelajaran terletak pada penggunaan bahasa dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan integratif adalah keterpaduan penggunaan empat kemahiran bahasa yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Dalam pendekatan integratif, pembelajar juga dilibatkan dalam aktivitas di kelas dan di luar kelas, baik dalam bentuk tugas terstruktur maupun dalam bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya.
Untuk menciptakan komunikasi yang baik antara pembelajar dan pengajar, diperlukan materi pelajaran yang fungsional. Seperti dijelaskan oleh Eskey (1986) para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan identifikasi bentuk; sedang para pembelajar yang termasuk higher-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan interpretasi makna. Bagi para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills yang biasanya berada di kelas pemula, pemakaian materi otentik yang menekankan aspek bentuk sangat penting untuk menjembatani kesenjangan komunikasi di antara pembelajar dan pengajar. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di dalam kelas jika para pembelajar tidak mengerti satu kata pun dari bahasa yang dipelajarinya, sementara itu pengajar harus menjelaskan materi pelajaran dengan memakai bahasa yang sedang dipelajarinya. Dengan menggunakan materi otentik yang tepat para pembelajar akan dapat mengikuti pelajaran dengan memanfaatkan pengetahuan dasarnya untuk menebak materi pelajaran yang dipelajarinya.

Pengelompokan kelas berdasarkankan tingkatan pembelajar
Pada umumnya pembelajar bahasa asing dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu kelas pemula (elementary), menengah (intermediate), dan atas (advanced). Masing-masing tingkatan masih bisa dibagi dalam beberapa tingkat sesuai kemampuan pembelajar, misalnya pra-pemula (pre-elementary) dan pemula, kelas pra-menengah (pre-intermediate), menengah, upper intermediate, dan seterusnya.
Kelas pemula biasanya ditandai oleh kemampuan berkomunikasi secara minimal tentang materi yang dipelajari, sementara kelas menengah ditandai oleh kemampuan memakai materi pelajaran dengan mengkombinasikan unsur-unsur yang dipelajari dan bertanya serta menjawab pertanyaan. Sedangkan kelas atas ditandai oleh kemampuan berkomunikasi serta menulis teks yang utuh. Pengelompokan ini sangat penting untuk melaksanakan pendekatan komunikatif-integratif, karena kelas yang pesertanya memiliki kemampuan setara , akan menciptakan interaksi yang baik antar pembelajar dan pengajar. Apabila kemampuan pembelajar relatif berbeda, maka proses belajar-mengajar dapat terganggu oleh pembelajar yang tidak dapat mengikuti pelajaran, atau sebaliknya oleh pembelajar lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Dalam makalah ini penulis akan menyajikan contoh pembelajaran BIPA bagi tingkat menengah (intermediate) yang menuntut interpretasi makna kata-kata dan kalimat yang ada dalam teks, seperti yang dikatakan oleh Eskey (1986). Pada tingkat ini dapat diasumsikan bahwa pembelajar sudah menguasai sejumlah kata-kata bahasa Indonesia sehingga kata-kata yang sudah dikuasainya tersebut dapat digunakan sebagai pengetahuan awal untuk mengikuti pelajaran dalam meningkatkan kemampuan bahasa Indonesianya. Pengajar BIPA dapat memperoleh materi otentik ini dari berbagai sumber tentang Indonesia melalui surat kabar atau majalah yang dapat diakses secara cuma-cuma diberbagai homepage, seperti majalah Tempo, surat kabar Republika dan Kompas. Bahan-bahan lainnya dapat diperoleh melalui akses ke berbagai lembaga yang telah memunculkan informasi dan produknya di jaringan internet. Semua sumber-sumber informasi yang dapat diakses tersebut memberi peluang bagi pengajar yang kreatif untuk menciptakan cara baru dalam menyajikan bahan pelajaran. Dari situ juga dapat dilakukan upaya pemilihan bahan utama maupun bahan pelengkap untuk kegiatan belajar mengajar. Bahkan dengan cara tersendiri, pengajar dapat mengambil bahan tertentu dan mencetaknya sebagai bahan ajar yang dapat dimodifikasi sesuai kegiatan belajar-mengajarnya. Jenis bahan ajar yang dipilih dapat berupa, iklan produk, editorila kartun, selebaran, berita keluarga, pengumuman, karikatur, komik dan lain sebagainya.

Penggunaan materi otentik di dalam kelas.
Berdasarkan asumsi bahwa retensi yang dihasilkan dari kegiatan membaca paling rendah bila dibandingkan dengan kegiatan yang lain, maka pelajaran membaca perlu mendapat perhatian khusus. Dengan menggunakan pendekatan komunikatif-integratif, kegiatan pelajaran membaca tidak terbatas pada membaca saja, tetapi dapat juga mencakup kagiatan mendengar, berbicara, dan menulis. Hal ini berarti beberapa jenis kegiatan diintegrasikan dalam sebuah kegiatan, yaitu melalui pelajaran membaca. Kegiatan mendengar ada dalam pelajaran membaca karena pembelajar harus mendengarkan ucapan-ucapan pengajar dan pembelajar lain ketika
berinteraksi di dalam kelas, sedangkan kegiatan berbicara direalisasikan pada saat pembelajar mendiskusikan materi pelajaran, dan kegiatan menulis dilakukan pada saat pembelajar mengerjakan tugas-tugas menulis karangan atau laporan dari hasil diskusi kelompok.
Pada dasarnya pelajaran membaca itu sendiri dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu tahap prabacaan, bacaan, dan pascabacaan. Setiap tahap harus dilakukan karena tahap yang satu menjadi prasyarat bagi tahap lainnya, dan keberhasilan pelajaran membaca ditentukan oleh ketiga tahapan itu.
Prabacaan (pre-reading)
Pada tahap prabacaan pengajar memperkenalkan tipe teks yang akan dipelajari dan menyampaikan gambaran umum mengenai topik yang akan dibahas. Tahap prabacaan berfungsi sebagai dasar dari keseluruhan pelajaran membaca. Hal ini berarti bahwa pembelajar akan mengalami kesulitan mengikuti pelajaran ini bila yang bersangkutan tidak dibekali informasi dan pikiran yang tepat mengenai teks yang akan mereka baca. Untuk itu sebelum pelajaran membaca dimulai, pengajar mulai menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Dalam hubungan ini pengajar menanyakan informasi apa saja yang akan muncul berkenaan dengan topik yang akan dipelajari dan dicacat pada papan tulis agar dapat dilihat dan diingat oleh para pembelajar. Pada tahapan ini pengajar memiliki peran yang sangat penting dalam memotivasi pembelajar agar mereka terlibat secara aktif. Perlu diingat bahwa pada tahap prabacaan ini pengajar belum membagikan teks yang akan dipelajari. Sebelum teks dibagi, pengajar mendiskusikan topik yang akan dibahas di dalam teks. Diskusi ini dimaksudkan untuk menggali informasi yang akan digunakan dalam memahami isi teks.
Contoh: - Koran apa yang dibaca tiap hari?
- Berita apa yang pertama dicari?
- Apakah suka membaca rubrik editorial kartun?
- Pesan apa yang biasanya ingin disampaikan di dalamnya?
Kalau pembelajar memberikan respon yang positif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, pengajar dapat langsung membagikan contoh kartun dan bersiap-siap untuk mendiskusikannya. Sebaliknya bila pembelajar memberikan respon yang negatif, pengajar dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan terstruktur untuk memahami teks dalam kartun tersebut sebelum meminta pembelajar untuk mendiskusikannya.

Bacaan (whilst-reading)
Kegiatanmembaca dimulai ketika pengajar sudah mendistribusikan teks kepada para pembelajar. Para pembelajar diminta membaca dan memahami isi teks. Kata-kata yang dianggap sulit (karena belum pernah dikenalnya) dicacat dan ditanyakan kepada pengajar. Pengajar menjelaskan makna kata dan langsung memberikan sinonimnya agar penguasaan kosakata pembelajar bertambah. Pada bagian bacaan terdapat pertanyaan tentang teks atau memilih serta mengisi bagian-bagian tertentu dari soal yang disajikan. Untuk mengerjakan bagian ini para pembelajar dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 2 atau 3 orang. Dalam kelompok tersebut pembelajar berdiskusi dengan temannya mengenai apa yang ditanyakan dalam teks. Setelah diskusi selesai pengajar mengecek pemahaman pembelajar dengan bertanya kepada para pembelajar satu per satu mengenai apa yang dikerjakan dan bagaimana hasilnya. Jika dalam materi pelajaran terdapat bagian yang harus diperankan, maka para pembelajar diminta untuk bermain peran (role play) mengenai hal tertentu, seperti wawancara antara wartawan dengan seorang anggota DPR, atau percakapan antara pelayan toko dan pembeli.
Contoh: Pengajar menjelaskan tentang arti kata sungkan dan budaya sungkan yang ada di lingkungan sekitar (di Indonesia).


Pascabacaan (post-reading)
Pada bagian pascabacaan terdapat tugas yang harus dikerjakan oleh para pembelajar setelah pelajaran selesai. Jadi para pembelajar diberi pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan pada hari berikutnya ketika pelajaran yang sama berlangsung lagi. Pekerjaan rumah para pembelajar dari tahapan pascabacaan ini harus diperiksa oleh pengajar hasilnya dikembalikan kepada para pembelajar. Jika waktu tidak memungkinkan, bagian pascabacaan ini tidak perlu dibahas di kelas, tetapi pengajar menyediakan waktu bagi para pembelajar jika ingin menanyakan sesuatu terkait materi yang ada.
Contoh: - Pembelajar diberi tugas untuk membaca kartun lain dari mas media yang disukai
- Pembelajar diminta untuk menuliskan pemahamannya atas kartun terkait dalam sebuah paragraf
- Pembelajar mengumpulkan tugas tersebut pada pertemuan berikutnya.




Penutup:
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa pendekatan komunikatif integratif merupakan pilihan yang sesuai bila ingin menggunakan materi otentik dalam pengembangan pembelajaran BIPA. Unsur budaya dan bahasa adalah dua hal yang perlu diperkenalkan sedini mungkin kepada pembelajar. Dengan menggunakan bahan ajar yang fungsional yaitu bahan ajar yang bersumber dari materi otentik, pembelajar akan memperoleh kemudahan untuk menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya. Pembelajar dapat lebih memahami kebermaknaan materi yang dipelajarinya karena mereka mengalaminya langsung dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pengajar dituntut untuk lebih kreatif dalam mengembangkan bahan ajarnya, lebih terstruktur dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran di kelas, lebih optimal dalam memotivasi pembelajar, dan lebih memperhatikan setiap kesulitan maupun keberhasilan pembelajar. Hal ini mutlak untuk dicermati oleh setiap pengajar agar dapat lebih meningkatkan keberhasilan pengajaran BIPA di seluruh Indonesia.


Referensi

Dardjowidjojo, S. 1996. Metode dan keberhasilan Pengajaran Bahasa. Makalah dalam Konferensi Internasioanl II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). IKIP PADANG.
Dubin, F, and D.E Eskey and W Grabe. 1986. Teaching Second Language: Reading for Academic Purposes. Addison: Wesley Publishing Co.
Kartomihardjo, S. 1996. Bahan Pengajaran Bagi Pembelajar Pemula Dan Teknik Penyampaiannya. Makalah dalam Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). IKIP Padang
Lapoliwa, H. 1996. BIPA dan Pembinaan Citra Bahasa Indonesia. Makalah dalam Konferensi Internasioanl II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). IKIP PADANG.
Lado, R. 1985. Memory Span as a Factor in Second Language Learning, dalam IRAL 3:23-129.
Nunan, D. 1990. Designing Tasks for Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Riasa, N. 1996. Bahasa In Bali: Program Pengajaran Bahasa Indonesia Yang Memadukan Komponen Linguistik Dan Budaya Bagi Penutur Asing. Makalah dalam Konferensi Internasioanl II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). IKIP PADANG.
Subyakto-Nababan. 1996. Pengajaran Bahasa Indonesia Kepada Penutur Asing Menurut Pendekatan Komunikatif. Makalah dalam Konferensi Internasioanl II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). IKIP PADANG

Makalah Wisata Kuliner Kediri

ANEKA MAKANAN DAN WISATA KULINER
YANG ADA DI KOTA KEDIRI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kota kediri adalah salah satu kota yang ada di Jawa Timur. Di kota inipun kita dapat mengunjungi banyak Obyek Wisata, misalnya Goa selomangkleng, Air terjun Dolo, Kelud, dan masih banyak Obyek wisata lain yaitu dapat dikunjung.
Tak kalah lagi adalah berbagai macam makanan dan wisata kuliner yang ada di Kota Kediri. Makanan–makanan Kuliner Yang terkenal antara lain: Tahu (itu sebabnya Kediri dijuluki Kota Tahu), getuk pisang, pecel pincuk, soto kediri, Krupuk Pasir, Pecel Punten, dan masih banyak lagi.
Berbagai macam makanan Kuliner tersebut, serta Obyek – Obyek Wisata yang ada di Kota Kediri juga bisa mengangkat Devisa di Kota Kediri, terlebih lagi pada home Industri tahu, getuk pisang, dan kerupuk Pasir.
Aneka macam kart Found pun kini juga mulai banyak bertengger di kota kediri, Hal ini perlu di waspadai, karena bisa menyeret keberadaan wisata kuliner tersebut harus tetap di pertahankan, karena itu merupakan bahaya dan Obyek wisata yang penting.
Pemerintah Kota Kediri juga berperan penting dalam bidang Obyek Wisata yang ada di Kota Kediri, Perawatan Obyek Wisata, serta penyediaan tempat–tempat untuk wisata kuliner yang ada juga merupakan peran serta pemerintah dalam bidang Kepariwisataan.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa saja Obyek Wisata yang ada di kota kediri?
 Apa saja jenis makanan kuliner yang ada di Kota Kediri?
 Apakah Obyek wisata maupun wisata Kuliner yanga ada di Kota Kediri bisa mengangkat perekonomian Kota Kediri?
 Bagaimana cara mempertahakan objek wisata dan wisata kuliner di Kota Kediri?
 Bagaimana perkembangan wisata kuliner di Kota Kediri?
 Bagaimana peran pemerintah dalam bidang kepariwisataan dan wisata kuliner?

1.3 Tujuan
 Agar mengetahui berbagai objek wisata yang ada di Kediri.
 Agar mengetahui berbagai jenis makanan kuliner yang ada di Kota Kediri
 Agar bisa mengetahui apakah objek wisata serta wisata kuliner tersebut mampu mengangkat perekonomian Kota Kediri.
 Agar mengetahui berbagai cara
1.4 Metode dan Teknik Penelitian
 Metode penelitian : Observasi
 Teknik penelitian : Studi Pustaka

PEMBAHASAN

2.1 Berbagai Macam Objek Wisata yang ada di Kediri
Kediri juga merupakan salah satu Kota yang mempunyai banyak objek wisata. Banyaknya objek wisata ini juga bisa membantu perekonomian dan perluasan lapangan kerja. Di Kota Kediri ini tidak hanya ada objek wisata untuk hiburan saja, tetapi juga ada objek wisata yang mengandung unsur historis.
2.11. Goa Selomangleng
Goa Selomangleng merupakan salah satu objek wisata di Kediri yang mengandung unsur historis. Tetapi tidak hanya itu, Goa Selomangleng ini juga terdapat kolam renang dan taman hiburan bagi yang berkunjung ke tempat wisata ini. Dan yang tak kalah lagi, disebelah timur Goa Selomangleng ini terdapat petilasan Bonedodno, dan di selatan Goa ada Museum Airlangga.
2.1.2. Air Terjun Dolo
Air Terjun Dolo berada di daerah Besuki, Kabupaten Kediri, Kecamatan Semen. Merupakan objek wisata yang nyaman untuk keluarga, dengan pemandangan air terjun dan udara yang segar dan sejuk.
2.1.3. Objek Wisata Kelud
Objek Wisata Kelud merupakan salah satu objek terkenal yang ada di Kediri, belum lagi terdapat fenomena baru, yakni ”Anak Gunung Kelud”. Di objek wisata Kelud juga terdapat tempat wisata keluarga dan juga tempat untuk beroutbond bersama keluarga.
2.1.4. Museum Airlangga
Museum Airlangga juga merupakan objek wisata yang berunsur historis. Di museum ini terdapat benda-benda bersejarah di Kota Kediri.

2.1.5. Pagora dan Kuak
Pagora dan Kuak adalah tempat rekreasi keluarga dan terdapat kolam renang, serta ada juga taman bermain anak-anak dan ada juga tempat menjual makanan.

2.2 Berbagai Jenis Makanan Kuliner yang ada di Kota Kediri
Kota Kediri dikenal sebagai Kota Tahu, karena tahu merupakan oleh-oleh yang paling terkenal dari Kota Kediri. Selain tahu, masih banyak makanan kuliner lain yang ada di Kota Kediri misalnya, getuk pisang, pecel pincuk, Soto Kediri, Krupuk Pasir, pecel punten.
2.2.1.Tahu
Tahu merupakan makanan kuliner yang paling terkenal di Kota Kediri. Ada berbagai macam tahu yang dijual yaitu, tahu taqwa, tahu kuning, tahu pong, dan stick tahu.
2.2.2. Getuk Pisang
Getuk pisang ini juga merupakan salah satu makanan kuliner yang cukup terkenal di Kota Kediri ini. Berbeda dengan tahu, getuk pisang ini banyak diproduksi di jalan Patimura.
2.2.3. Pecel Pincuk
Pecel pincuk di Kota Kediri ini bisa dibilang berbeda dengan makanan kuliner lainnya. Pecel pincuk di Kota Kediri rata-rata baru ada saat malam saja. Dan tidak hanya menjual pecel, sambal tumpangnya juga tersedia dan juga berbagai lauk pauk. Pecel pincuk yang terkenal di Kediri adalah di sepanjang pinggiran/trotoar jalan Dhoho. Dan yang paling ramai atau dibilang paling laris berada di depan toko Pudakit Indah.
2.2.4. Soto Kediri
Ada dua tempat Soto Kediri yang terkenal di Kota Kediri. Satu bertempat di jalan Dhoho dan yang lainnya di terminal Tamanan. Soto di jalan Dhoho ini bernama Soto Podjok, karena memang letaknya di pojokan jalan. Soto podjok ini memang cukup terkenal di kota lain, bahkan pernah ada juga artis ibukota yang pernah makan di depot soto podjok yang berada di jalan Dhoho ini.
2.2.5. Krupuk Pasir
Krupuk pasir ini cukup unik pembuatannya, dengan berbahan kanji, serta bumbu utama bahan yaitu bawang. Ada juga krupuk pasir yang berasa manis, manis pedas. Tempat penjualan krupuk pasir ini juga ada di tempat pusat oleh-oleh yang berada di sepanjang jalan Yos. Sudarso.

2.3 Dampak Adanya Objek Wisata dan Makanan Kuliner yang ada di Kota Kediri
Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan perekonomian rakyat, dan menambah devisa Kota Kediri. Jadi adanya objek wisata dan wisata kuliner itu sangat berguna bagi Kota Kediri ini.
2.3.1. Menambah Lapangan Kerja
Ada dan banyaknya objek wisata dan makanan kuliner bisa menambah lapangan kerja di Kediri dan bisa mengurangi pengangguran. Salah satunya adalah membuka kios atau dagangan di objek wisata tersebut baik dari cindera mata atau makanan-makanan kuliner tersebut.
2.3.2. Peningkatan Perekonomian Warga
Dengan adanya penambahan lapangan kerja tersebut dengan otomatis perekonomian warga juga mengalami peningkatan. Dan dengan hal tersebut devisa Kota Kediri juga meningkat.

2.4 Berbagai Cara untuk Mempertahankan Wisata Kuliner di Kediri
Wisata kuliner adalah salah satu kebudayaan yang perlu dilestarikan. Adanya makanan-makanan cepat saji memprihatinkan tergesernya kegemaran untuk mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji tersebut. Sebagai warga Kota Kediri kita harus tetap mempertahankan makanan kuliner tersebut. Karena apabila dibandingkan makanan cepat saji, makanan-makanan kuliner itu jauh lebih sehat. Oleh sebab itu kita sebagai warga Kota Kediri sedari dululah yang harus tetap menjaga wisata kuliner tersebut.
2.4.1. Tetap Mengkonsumsi Makanan Kuliner Tersebut.
Dengan tetap mengkonsumsi makanan kuliner di Kediri adalah salah satu cara termudah untuk tetap mempertahankan dan tetap eksisnya wisata kuliner di Kota Kediri. Dan yang tidak kalah penting adalah tidak terlalu sering mengkonsumsi makanan fast-food daripada makanan-makanan kuliner. Selain daripada makanan fast food yang hanya begitu-begitu saja, makanan kuliner di Kediri adalah jauh lebih banyak varian. Maka dari itu kita harus bangga dengan kuliner lokal yang ada.

2.5 Ketenaran Wisata Kuliner di Kediri cukup Terkenal diberbagai Kota-Kota Besar
Ketenaran atau keterkenalan wisata kuliner juga merupakan hal penting, karena semakin terkenalnya wisata kuliner yang ada di Kota Kediri akan membuat banyak wisatawan lokal atau interlokal membeli dan mengkonsumsi makanan-makanan kuliner yang ada. Hal tersebut juga akan memperbanyak jumlah produksi, dengan bertambahnya produksi, maka bisa meningkatkan lapangan kerja, dan juga perekonomian kota.
2.5.1. Banyaknya Pembeli Makanan Kuliner di Pusat Oleh-Oleh di Kediri
Wisata kuliner di Kota Kediri ternyata cukup terkenal di kota-kota lain. Hal ini terbukti pada ramainya pusat oleh-oleh yang ada di Kota Kediri yakni pada sepanjang jalan Yos Sudarso dan jalan Patimura, terlebih lagi pada saat hari libur. Pusat oleh-oleh tersebut ramai oleh mobil-mobil berplat nomor luar kota. Sebut saja yang berplat nomor L atau Surabaya yang biasanya memenuhi jalan Yos Sudarso, adapun dari kota besar lain seperti Solo, Yogyakarta, bahkan juga ada dari Ibukota negara yaitu Jakarta. Tidak kalah lagi adalah soto Kediri, terutama soto podjok Kediri. Salah satu depot yang menjual makanan Soto Khas Kediri kerap ramai pembeli dari wisatawan lokal maupun interlokal. Bahkan wisatawan mancanegarapun tak luput untuk mencicipi makanan khas Kediri yang sudah terkenal ini.

2.6 Peran Pemerintah di Bidang Wisata Kuliner di Kota Kediri
Pemerintah juga turut berperan penting dalam perkembangan objek wisata maupun wisata kuliner yang ada. Karena dengan bantuan pemerintah, objek wisata maupun wisata kuliner di Kota Kediri menjadi semakin maju dan terkenal.
2.6.1. Penyediaan Tempat untuk Pedagang Wisata Kuliner di Kediri
Salah satu peran pemerintah di bidang wisata kuliner adalah penyediaan tempat-tempat oleh-oleh khas makanan Kediri dan hal itu memudahkan para wisatawan untuk memperoleh atau membeli makanan wisata kuliner yang ada di Kota Kediri.


PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kediri memiliki berbagai tempat wisata, antara lain: Goa Selomangleng, Air Terjun Dolo, Kelud, Pagora dan Kuak, dan masih banyak lagi. Julukan Kediri adalah Kota Tahu, karena sangat terkenal dengan wisata kuliner khasnya, yaitu tahu. Tetapi tak hanya tahu, kota Kediri juga memiliki banyak makanan kuliner, yaitu: Getuk pisang, pecel picuk, soto Kediri, krupuk pasir, dan masih ada yang lain. Jadi selain objek wisata, Kota Kediri juga memiliki banyak wisata kuliner.
Adanya objek wisata dan wisata kuliner juga sangat berpengaruh pada lapangan kerja, dan peningkatan perekonomian warga maupun kota. Oleh sebab itu objek wisata dan wisata kuliner harus dipertahankan dan dilestarikan agar meningkatkan pembangunan kota. Terutama pada wisata kuliner adalah yang harus dipertahankan, akrena merupakan ciri khas suatu daerah.
Objek wisata, maupun wisata kuliner di Kota Kediri ternyata cukup terkenal. Banyak wisatawan lokal maupun interlokal bahkan wisatawan mancanegara berkunjung dan mencicipi hidangan kuliner yang ada di Kota Kediri. Hal tersebut juga didukung dengan adanya bantuan pemerintah dengan menyediakan tempat pusat oleh-oleh wisata kuliner khas Kediri.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas objek wisata maupun wisata kuliner di Kota Kediri harus dilestarikan, dan dipertahankan. Karena sangat dapat membantu pembangunan dan menambah perekonomian yang ada. Jadi kita harus menjaga itu semua, terlebih lagi warga asli Kediri.